Header Ads

Saatnya Umat Islam Fokus Membangun, Bukan Meributkan

 

Energi yang Terkuras dalam Perdebatan

Belakangan ini, umat Islam di Indonesia terlihat semakin aktif dalam menyuarakan pandangan keagamaan di ruang publik, khususnya media sosial. Namun, tak jarang semangat tersebut berubah menjadi perdebatan yang kontraproduktif. Mulai dari persoalan fiqih, pilihan politik, hingga gaya berpakaian, semuanya bisa menjadi bahan silang pendapat. Sayangnya, energi umat kerap terkuras untuk membahas perbedaan, alih-alih membangun kekuatan kolektif. Pertanyaannya: sejauh mana debat ini membawa manfaat nyata bagi kemajuan umat?

1. Potensi Besar, Realisasi Masih Lemah

Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari 230 juta Muslim, menjadikannya negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia (BPS, 2023). Dengan angka sebesar itu, umat Islam memiliki posisi strategis dalam menentukan arah bangsa, baik secara sosial, ekonomi, maupun budaya. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa potensi besar ini belum termanfaatkan secara optimal.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa angka kemiskinan di provinsi mayoritas Muslim seperti Aceh dan Nusa Tenggara Barat masih di atas rata-rata nasional. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2023 menempatkan sejumlah daerah Muslim pada kategori sedang atau rendah, terutama dalam aspek pendidikan dan kesehatan. Lebih mengkhawatirkan lagi, menurut laporan World Bank tahun 2022, sekitar 25% anak-anak Indonesia mengalami learning poverty—yaitu tidak mampu memahami bacaan dasar meskipun telah menyelesaikan pendidikan SD. Sebagian besar dari mereka berasal dari komunitas Muslim.

Di bidang ekonomi, peluang umat juga belum tergarap secara maksimal. Indonesia memang menempati peringkat ke-4 dalam sektor ekonomi syariah global (SGIE 2023), terutama di sektor makanan halal, fashion Muslim, dan keuangan syariah. Namun demikian, kontribusi nyata sektor ini terhadap pengurangan kemiskinan masih minim. BAZNAS (2023) mencatat bahwa dari potensi zakat nasional sebesar Rp 327 triliun per tahun, realisasi penghimpunannya baru mencapai sekitar 6,5% (Rp 21 triliun).

Masih lemahnya sinergi antarlembaga, rendahnya literasi zakat, dan belum maksimalnya fungsi masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi menjadi faktor penghambat utama. Padahal, studi Rumah Zakat (2022) membuktikan bahwa masjid yang difungsikan sebagai pusat pelatihan usaha mikro mampu menekan angka pengangguran dan memperkuat ekonomi komunitas.

2. Dari Perdebatan Menuju Kolaborasi Umat

Salah satu akar masalah stagnasi umat Islam saat ini adalah kegagalan dalam mengelola perbedaan. Perbedaan mazhab, pendapat fiqih, hingga orientasi politik sering kali berubah menjadi konflik yang melemahkan ukhuwah Islamiyah. Padahal, dalam tradisi Islam klasik, perbedaan adalah kekayaan intelektual yang dikelola dengan adab dan ilmu. Imam Malik pernah berpesan, “Pendapatku bisa saja salah, dan pendapat orang lain bisa saja benar.”

Sayangnya, kultur diskusi kita saat ini sering kali menjauh dari semangat tersebut. Debat di media sosial lebih banyak didorong oleh egoisme dan fanatisme sempit, bukan niat untuk mencari kebenaran bersama. Perbedaan bukan lagi jalan menuju kemajuan, melainkan menjadi dinding pemisah yang membatasi kolaborasi.

Sudah saatnya umat Islam berpindah dari pola pikir konfrontatif menuju pola pikir kontribusif. Tantangan besar seperti ketimpangan pendidikan, krisis moral generasi muda, dan ketidakadilan sosial tidak akan bisa diatasi hanya dengan debat. Dibutuhkan kerja kolektif yang sinergis, dimulai dari komunitas terkecil: keluarga, masjid, dan sekolah.

Islam hadir bukan sekadar mengatur hubungan vertikal antara manusia dan Tuhannya, tetapi juga memberi panduan hidup bermasyarakat secara adil dan beradab. Maka, membangun ekonomi umat, memperkuat pendidikan, dan menjaga persatuan adalah bagian dari ibadah itu sendiri.

Arah Baru Gerakan Keummatan

        Sudah waktunya energi umat diarahkan untuk membangun daripada terus menerus terjebak dalam perdebatan. Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Perkuat komunitas, hidupkan kembali fungsi sosial masjid, tingkatkan literasi umat, dan ciptakan ruang kolaborasi lintas kelompok. Umat yang kuat adalah umat yang mampu merangkul, bukan hanya menyerang.

No comments

Powered by Blogger.